Pages

Selasa, 10 April 2012

Klebsiella sp


A.     Klebsiella sp
Klasifikasi Klebsiella sp secara ilmiah:
·         Kingdom         : Bacteria
·         Phylum            : Proteobacteria
·         Class                : Gamma proteobacteria
·         Order               : Enterobacteriales
·         Family             : Enterobacteriaceae
·         Genus              : Klebsiella
·         Spesies            : - Klebsiella pneumonia
-Klebsiella oxytoca
-Klebsiella ozaena
-Klebsiella rhinoscleromatis

 Morfologi dan sifat bakteri Klebsiella sp
Merupakan bakteri gram (-) , berbentuk batang pendek, memiliki ukuran 0,5-1,5 x 1,2µ. Bakteri ini memiliki kapsul, tetapi tidak membentuk spora. Klebsiella tidak mampu bergerak karena tidak memiliki flagel tetapi mampu memfermentasikan karbohidrat membentuk asam dan gas.
Spesies klebsiella menunjukan pertumbuhan mucoid, kapsul polisakarida yang besar dan tidak motil. Mereka biasanya memberikan hasil  tes yang positif untuk lisin dekarboksilase dan sitrat. Klebsiella memberikan reaksi Voges-Proskauer yang positif
Sifat Biakan atau Kultur dari Klebsiella sp tersebut pada media EMB dan Mac Conkey koloni menjadi merah. Kemudian pada media padat tumbuh koloni mucoid (24 jam). Mudah dibiakan di media sederhana (bouillon agar) dengan koloni putih keabuan dan permukaan mengkilap.
 Tipe Antigen
Klebsiella  memiliki struktur antigen. Anggota dari genus Klebsiella biasanya mengungkapkan 2 jenis antigen pada permukaan sel mereka, yaitu:
·         Antigen O merupakan bagian terluar dinding sel lipopolisakarida dan terdiri dari unit berulang polisakarida. Beberapa polisakarida spesifik O mengandung gula unik. Antigen O tahan terhadap panas dan alcohol dan biasanya dideteksi dengan cara aglutinasi bakteri. Antibody terhadap antigen O adalah IgM.
·         Antigen K merupakan bagian terluar dari antigen O pada beberapa, tetapi tidak pada enterobacteriaceae. Beberapa antigen K adalah polisakarida dan yang lainnya protein.

Enzim Klebsiella pneumoniae
Bakteri klebsiella ini memiliki enzim urease dan enzim sitrat permiase. Klebsiella juga mampu memproduksi enzim ESBL (Extended Spektrum Beta Lactamase) yang dapat melumpuhkan kerja berbagai jenis antibiotic. Hal ini menyebabkan bakteri kebal dan sulit dilumpuhkan.
Perlawanan terhadap antibiotik tersebut dengan cara :
(1) Obat inaktivasi oleh enzim degradasi atau modifikasi seperti lactamaces beta dan vamino glikosida transferases,
(2) Perubahan obat target
 (3) Munculnya suatu jalur bypass yang tidak dihambat oleh obat
(4) Mengurangi permeabilitas membran untuk obat
 (5) Obat penghabisan dari sel-sel.


BAB II
ISI
Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam bidang kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju. Dari data SEAMIC Health Statistic 2001 influenza dan pneumonia merupakan penyebab kematian nomor 6 di Indonesia, nomor 9 di Brunei, nomor 7 di Malaysia, nomor 3 di Singapura, nomor 6 di Thailand dan nomor 3 di Vietnam. Laporan WHO 1999 menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi akibat penyakit infeksi di dunia adalah infeksi saluran napas akut termasuk pneumonia dan influenza. Insidensi pneumonia komuniti di Amerika adalah 12 kasus per 1000 orang per tahun dan merupakan penyebab kematian utama akibat infeksi pada orang dewasa di negara itu. Angka kematian akibat pneumonia di Amerika adalah 10 %.
Di Amerika dengan cara invasif pun penyebab pneumonia hanya ditemukan 50%. Penyebab pneumonia sulit ditemukan dan memerlukan waktu beberapa hari untuk mendapatkan hasilnya, sedangkan pneumonia dapat menyebabkan kematian bila tidak segera diobati, maka pada pengobatan awal pneumonia diberikan antibiotika secara empiris.
Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes tahun 2001, penyakit infeksi saluran napas bawah menempati urutan ke-2 sebagai penyebab kematian di Indonesia. Di SMF Paru RSUP Persahabatan tahun 2001 infeksi juga merupakan penyakit paru utama, 58 % diantara penderita rawat jalan adalah kasus infeksi dan 11,6 % diantaranya kasus nontuberkulosis, pada penderita rawat inap 58,8 % kasus infeksi dan 14,6 % diantaranya kasus nontuberkulosis. Di RSUP H. Adam Malik Medan 53,8 % kasus infeksi dan 28,6 % diantaranya infeksi nontuberkulosis. Di RSUD Dr. Soetomo Surabaya didapatkan data sekitar 180 pneumonia komuniti dengan angka kematian antara 20 - 35 %. Pneumonia komuniti menduduki peringkat keempat dan sepuluh penyakit terbanyak yang dirawat per tahun.





Klebsiella pneumoniae pertama kali ditemukan oleh Carl Friedlander. Carl Friedlander adalah patologis dan mikrobiologis dari Jerman yang membantu penemuan bakteri penyebab pneumonia pada tahun 1882. Carl Friedlander adalah orang yang pertama kali mengidentifikasi bakteri Klebsiella pneumoniae dari paru-paru orang yang meninggal karena pneumonia. Karena jasanya, Klebsiella pneumoniae sering pula disebut bakeri Friedlander.
Klebsiella pneumoniae adalah bakteri Gram negatif yang berbentuk batang (basil). Klebsiella pneumonia tergolong bakteri yang tidak dapat melakukan pergerakan (non motil). Berdasarkan kebutuhannya akan oksigen, Klebsiella pneumoniae merupakan bakteri fakultatif an aerob. Klebsiella pneumoniae dapat memfermentasikan laktosa. Pada test dengan indol, Klebsiella pneumoniae akan menunjukkan hasil negatif. Klebsiella pneumoniae dapat mereduksi nitrat. Klebsiella pneumoniae banyak ditemukan di mulut, kulit, dan sal usus, namun habitat alami dari Klebsiella pneumoniae adalah di tanah.
Klebsiella pneumoniae dapat menyebabkan pneumonia. Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Pneumonia yang disebabkan oleh Klebsiella pneumoniae dapat berupa pneumonia komuniti atau community acquired pnuemonia. Pneumonia komuniti atau community acquired pnuemonia adalah pneumonia yang di dapatkan dari masyarakat. Strain baru dari Klebsiella pneumoniae dapat menyebabkan pneumonia nosomikal atau hospitality acquired pneumonia, yang berarti penyakit peumonia tersebut di dapatkan saat pasien berada di rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan. Klebsiella pneumonia umumnya menyerang orang dengan kekebalan tubuh lemah, seperti alkoholis, orang dengan penyakit diabetes dan orang dengan penyakit kronik paru-paru.


1.      Patogenitas bakteri Klebsiella pneumoniae
Melalui saluran pernafasan bagian atas bakteri masuk ke jaringan paru, terjadi penghancuran jaringan, terbentuk daerah purulen dan nekrosis parenkim paru, terjadi abses paru, bronkiektasis, bakteri masuk aliran darah, septicemia, abses liver.
-       Kapsul memiliki kemampuan untuk mempertahankan organisme terhadap fagositosis dan pembunuhan oleh serum normal
-       Galur yang berkapsul lebih virulen daripada galur yang berkapsul ( pada hewan percobaan)
-       Tidak ada toksin selain endotoksin yang berperan pada infeksi oportunistik
Galur Klebsiella pneumoniae ada yang memproduksi enterotoksin (pernah diisolasi dari penderita tropical sprue) toksin ini mirip dengan ST (tahan panas) dan LT (heat-labile enterotoksin) dari E.coli, kemampuan memproduksi toksin ini diperantarai oleh plasmid Klebsiella pneumoniae. Menyebabkan pneumonia dapat menginfeksi tempat lain disamping saluran pernafasan.
Bakteri ini sering menimbulkan pada traktus urinarius karena nosocomial infection, meningitis, dan pneumonia pada penderita diabetes mellitus atau pecandu alcohol. Gejala pneumonia yang disebabkan oleh bakteri ini berupa gejala demam akut, malaise (lesu), dan batuk kering, kemudian batuknya menjadi produktif dan menghasilkan sputum berdarah dan purulent (nanah). Bila penyakitnya berlanjut akan terjadi abses nekrosis jaringan paru, bronchiectasi dan vibrosis paru-paru.

2.       Cara penularan bakteri Klebsiella pnemoniae
Klebsiella pneumoniae yang menyebabkan penyakit paru-paru memberikan penampakan berupa pembengkakan paru-paru sehingga lobus kiri dan kanan paru-paru menjadi tidak sama; demam (panas-dingin); batuk-batuk (bronkhitis); penebalan dinding mukosa; dan dahak berdarah.
Cara penularan ( infeksi ) dari Klebsiella pneumoniae pada pasien rawat inap dapat melalui 3 cara, yaitu :
1.      Aspirasi cairan gaster atau orofaring yang mengandung koloni kuman patogen.
2.      Penyebaran kuman secara hematogen ke paru
3.      Penyebaran melalui udara oleh aerosol atau droplet yang mengandung mikroba.
3.      Gejala klinis
Gejala-gejala seseorang yang terinfeksi Klebsiella pneumoniae adalah napas cepat dan napas sesak, karena paru meradang secara mendadak. Batas napas cepat adalah frekuensi pernapasan sebanyak 50 kali per menit atau lebih pada anak usia 2 bulan sampai kurang dari 1 tahun, dan 40 kali permenit atau lebih pada anak usia 1 tahun sampai kurang dari 5 tahun. Pneumonia Berat ditandai dengan adanya batuk atau (juga disertai) kesukaran bernapas, napas sesak atau penarikan dinding dada sebelah bawah ke dalam (severe chest indrawing) pada anak usia 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun. Pada kelompok usia ini dikenal juga Pneumonia sangat berat, dengan gejala batuk, kesukaran bernapas disertai gejala sianosis sentral dan tidak dapat minum. Sementara untuk anak dibawah 2 bulan, pnemonia berat ditandai dengan frekuensi pernapasan sebanyak 60 kali permenit atau lebih atau (juga disertai) penarikan kuat pada dinding dada sebelah bawah ke dalam, batuk-batuk, perubahan karakteristik dahak, suhu tubuh lebih dari 38 º C. Gejala yang lain, yaitu apabila pada pemeriksaan fisik ditemukan suara napas bronkhial, bronkhi dan leukosit lebih dari 10.000 atau kurang dari 4500/uL.
Pada pasien usia lanjut atau pasien dengan respon imun rendah, gejala pneumonia tidak khas, yaitu berupa gejala non pernafasan seperti pusing, perburukan dari penyakit yang sudah ada sebelumnya dan pingsan. Biasanya frekuensi napas bertambah cepat dan jarang ditemukan demam.

4.      Pengobatan
Beberapa jenis Klebsiella pneumonia dapat diobati dengan antibiotik, khususnya antibiotik yang mengandung cincin beta-laktam.
Contoh antibiotik tersebut adalah ampicillin, carbenicillin, amoxiciline, dll. Dari hasil penelitian diketahui bahwa Klebsiella pneumonia memiliki sensitivitas 98,4% terhadap meropenem, 98,2% terhadap imipenem, 92,5% terhadap kloramfenikol, 80 % terhadap siprofloksasin, dan 2% terhadap ampisilin. Strain baru dan Klebsiella pneumonia kebal terhadap berbagai jenis antibiotik dan sampai sekarang masih dilakukan penelitian untuk menemukan obat yang tepat untuk menghambat aktivitas atau bahkan membunuh bakteri tersebut.



5.      Diagnosa Laboratorium
Pada pemerikasaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit, biasanya lebih dari 10.000/µl kadang-kadang mencapai 30.000/µl, dan pada hitungan jenis leukosit terdapat pergeseran kekiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk menentukan diagnosis etiologi diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan:
 Klebsiella pneumoniae merupakan bakteri Gram negatif yang berbentuk batang (basil). Klebsiella pneumoniae tergolong bakteri yang tidak dapat melakukan pergerakan (non motil). Berdasarkan kebutuhannya akan oksigen, Klebsiella pneumoniae merupakan bakteri fakultatif an aerob. Bakteri ini dapat memfermentasikan laktosa. Pada test dengan indol, Klebsiella pneumoniae akan menunjukkan hasil negatif tetapi dapat mereduksi nitrat.
Klebsiella pneumoniae dapat menyebabkan pneumonia. Pneumonia itu sendiri proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Klebsiella pneumoniae yang menyebabkan penyakit paru-paru memberikan penampakan berupa pembengkakan paru-paru sehingga lobus kiri dan kanan paru-paru menjadi tidak sama; demam (panas-dingin); batuk-batuk (bronkhitis); penebalan dinding mukosa; dan dahak berdarah.
Pada pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan pemerikasaan Aanthal Leukosit dan LED, serta dapat dilakukan pemeriksaan dahak, kultur darah, dan serologi.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright 2012 Desty oktriaviani. Powered by Blogger
Blogger by Blogger Templates and Images by Wpthemescreator
Personal Blogger Templates