A. Klebsiella
sp
Klasifikasi
Klebsiella sp secara ilmiah:
·
Kingdom :
Bacteria
·
Phylum :
Proteobacteria
·
Class :
Gamma proteobacteria
·
Order :
Enterobacteriales
·
Family :
Enterobacteriaceae
·
Genus :
Klebsiella
·
Spesies :
- Klebsiella pneumonia
-Klebsiella oxytoca
-Klebsiella ozaena
-Klebsiella rhinoscleromatis
Morfologi dan sifat bakteri Klebsiella sp
Merupakan
bakteri gram (-) , berbentuk batang pendek, memiliki ukuran 0,5-1,5 x 1,2µ.
Bakteri ini memiliki kapsul, tetapi tidak membentuk spora. Klebsiella tidak
mampu bergerak karena tidak memiliki flagel tetapi mampu memfermentasikan
karbohidrat membentuk asam dan gas.
Spesies
klebsiella menunjukan pertumbuhan mucoid, kapsul polisakarida yang besar dan
tidak motil. Mereka biasanya memberikan hasil
tes yang positif untuk lisin dekarboksilase dan sitrat. Klebsiella
memberikan reaksi Voges-Proskauer yang positif
Sifat
Biakan atau Kultur dari Klebsiella sp tersebut
pada media EMB dan Mac Conkey koloni menjadi merah. Kemudian pada media padat
tumbuh koloni mucoid (24 jam). Mudah dibiakan di media sederhana (bouillon
agar) dengan koloni putih keabuan dan permukaan mengkilap.
Tipe Antigen
Klebsiella
memiliki struktur antigen. Anggota dari
genus Klebsiella biasanya mengungkapkan 2 jenis antigen pada permukaan sel mereka,
yaitu:
·
Antigen O merupakan bagian terluar
dinding sel lipopolisakarida dan terdiri dari unit berulang polisakarida.
Beberapa polisakarida spesifik O mengandung gula unik. Antigen O tahan terhadap
panas dan alcohol dan biasanya dideteksi dengan cara aglutinasi bakteri.
Antibody terhadap antigen O adalah IgM.
·
Antigen K merupakan bagian terluar dari
antigen O pada beberapa, tetapi tidak pada enterobacteriaceae. Beberapa antigen
K adalah polisakarida dan yang lainnya protein.
Enzim Klebsiella pneumoniae
Bakteri
klebsiella ini memiliki enzim urease dan enzim sitrat permiase. Klebsiella juga
mampu memproduksi enzim ESBL (Extended Spektrum Beta Lactamase) yang dapat
melumpuhkan kerja berbagai jenis antibiotic. Hal ini menyebabkan bakteri kebal
dan sulit dilumpuhkan.
Perlawanan
terhadap antibiotik tersebut dengan cara :
(1) Obat inaktivasi oleh enzim degradasi
atau modifikasi seperti lactamaces beta dan vamino glikosida transferases,
(2)
Perubahan obat target
(3) Munculnya suatu jalur bypass yang tidak
dihambat oleh obat
(4)
Mengurangi permeabilitas membran untuk obat
(5) Obat penghabisan dari sel-sel.
BAB II
ISI
Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan
masalah utama dalam bidang kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang
maupun yang sudah maju. Dari data SEAMIC Health Statistic 2001 influenza dan
pneumonia merupakan penyebab kematian nomor 6 di Indonesia, nomor 9 di Brunei, nomor
7 di Malaysia, nomor 3 di Singapura, nomor 6 di Thailand dan nomor 3 di
Vietnam. Laporan WHO 1999 menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi akibat
penyakit infeksi di dunia adalah infeksi saluran napas akut termasuk pneumonia
dan influenza. Insidensi pneumonia komuniti di Amerika adalah 12 kasus per 1000
orang per tahun dan merupakan penyebab kematian utama akibat infeksi pada orang
dewasa di negara itu. Angka kematian akibat pneumonia di Amerika adalah 10 %.
Di Amerika dengan cara invasif pun penyebab
pneumonia hanya ditemukan 50%. Penyebab pneumonia sulit ditemukan dan
memerlukan waktu beberapa hari untuk mendapatkan hasilnya, sedangkan pneumonia
dapat menyebabkan kematian bila tidak segera diobati, maka pada pengobatan awal
pneumonia diberikan antibiotika secara empiris.
Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes tahun
2001, penyakit infeksi saluran napas bawah menempati urutan ke-2 sebagai
penyebab kematian di Indonesia. Di SMF Paru RSUP Persahabatan tahun 2001
infeksi juga merupakan penyakit paru utama, 58 % diantara penderita rawat jalan
adalah kasus infeksi dan 11,6 % diantaranya kasus nontuberkulosis, pada
penderita rawat inap 58,8 % kasus infeksi dan 14,6 % diantaranya kasus
nontuberkulosis. Di RSUP H. Adam Malik Medan 53,8 % kasus infeksi dan 28,6 %
diantaranya infeksi nontuberkulosis. Di RSUD Dr. Soetomo Surabaya didapatkan
data sekitar 180 pneumonia komuniti dengan angka kematian antara 20 - 35 %.
Pneumonia komuniti menduduki peringkat keempat dan sepuluh penyakit terbanyak
yang dirawat per tahun.
Klebsiella
pneumoniae pertama kali ditemukan oleh Carl Friedlander. Carl
Friedlander adalah patologis dan mikrobiologis dari Jerman yang membantu
penemuan bakteri penyebab pneumonia pada tahun 1882. Carl Friedlander adalah
orang yang pertama kali mengidentifikasi bakteri Klebsiella pneumoniae dari paru-paru orang yang meninggal karena
pneumonia. Karena jasanya, Klebsiella
pneumoniae sering pula disebut bakeri Friedlander.
Klebsiella
pneumoniae adalah bakteri Gram negatif yang
berbentuk batang (basil). Klebsiella pneumonia tergolong bakteri yang tidak
dapat melakukan pergerakan (non motil). Berdasarkan kebutuhannya akan oksigen, Klebsiella pneumoniae merupakan bakteri
fakultatif an aerob. Klebsiella pneumoniae
dapat memfermentasikan laktosa. Pada test dengan indol, Klebsiella pneumoniae akan menunjukkan hasil negatif. Klebsiella pneumoniae dapat mereduksi
nitrat. Klebsiella pneumoniae banyak
ditemukan di mulut, kulit, dan sal usus, namun habitat alami dari Klebsiella pneumoniae adalah di tanah.
Klebsiella
pneumoniae dapat menyebabkan pneumonia. Pneumonia adalah
proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Pneumonia yang
disebabkan oleh Klebsiella pneumoniae
dapat berupa pneumonia komuniti atau community acquired pnuemonia. Pneumonia komuniti
atau community acquired pnuemonia adalah pneumonia yang di dapatkan dari
masyarakat. Strain baru dari Klebsiella
pneumoniae dapat menyebabkan pneumonia nosomikal atau hospitality acquired
pneumonia, yang berarti penyakit peumonia tersebut di dapatkan saat pasien
berada di rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan. Klebsiella pneumonia umumnya
menyerang orang dengan kekebalan tubuh lemah, seperti alkoholis, orang dengan
penyakit diabetes dan orang dengan penyakit kronik paru-paru.
1.
Patogenitas
bakteri Klebsiella pneumoniae
Melalui saluran
pernafasan bagian atas bakteri masuk ke jaringan paru, terjadi penghancuran
jaringan, terbentuk daerah purulen dan nekrosis parenkim paru, terjadi abses
paru, bronkiektasis, bakteri masuk aliran darah, septicemia, abses liver.
-
Kapsul memiliki kemampuan untuk
mempertahankan organisme terhadap fagositosis dan pembunuhan oleh serum normal
-
Galur yang berkapsul lebih virulen
daripada galur yang berkapsul ( pada hewan percobaan)
-
Tidak ada toksin selain endotoksin yang berperan
pada infeksi oportunistik
Galur Klebsiella
pneumoniae ada yang memproduksi enterotoksin (pernah diisolasi dari
penderita tropical sprue) toksin ini mirip dengan ST (tahan panas) dan LT (heat-labile
enterotoksin) dari E.coli, kemampuan memproduksi toksin ini diperantarai oleh
plasmid Klebsiella pneumoniae.
Menyebabkan pneumonia dapat menginfeksi tempat lain disamping saluran
pernafasan.
Bakteri ini sering menimbulkan pada traktus
urinarius karena nosocomial infection, meningitis, dan pneumonia pada penderita
diabetes mellitus atau pecandu alcohol. Gejala pneumonia yang disebabkan oleh
bakteri ini berupa gejala demam akut, malaise (lesu), dan batuk kering,
kemudian batuknya menjadi produktif dan menghasilkan sputum berdarah dan
purulent (nanah). Bila penyakitnya berlanjut akan terjadi abses nekrosis
jaringan paru, bronchiectasi dan vibrosis paru-paru.
2.
Cara penularan bakteri Klebsiella pnemoniae
Klebsiella
pneumoniae yang
menyebabkan penyakit paru-paru memberikan penampakan berupa pembengkakan
paru-paru sehingga lobus kiri dan kanan paru-paru menjadi tidak sama; demam
(panas-dingin); batuk-batuk (bronkhitis); penebalan dinding mukosa; dan dahak
berdarah.
Cara penularan ( infeksi ) dari Klebsiella pneumoniae pada pasien rawat inap dapat melalui 3 cara,
yaitu :
1.
Aspirasi
cairan gaster atau orofaring yang mengandung koloni kuman patogen.
2.
Penyebaran
kuman secara hematogen ke paru
3.
Penyebaran
melalui udara oleh aerosol atau droplet yang mengandung mikroba.
3. Gejala
klinis
Gejala-gejala seseorang yang terinfeksi Klebsiella pneumoniae adalah napas cepat
dan napas sesak, karena paru meradang secara mendadak. Batas napas cepat adalah
frekuensi pernapasan sebanyak 50 kali per menit atau lebih pada anak usia 2
bulan sampai kurang dari 1 tahun, dan 40 kali permenit atau lebih pada anak
usia 1 tahun sampai kurang dari 5 tahun. Pneumonia Berat ditandai dengan adanya
batuk atau (juga disertai) kesukaran bernapas, napas sesak atau penarikan
dinding dada sebelah bawah ke dalam (severe chest indrawing) pada anak usia 2
bulan sampai kurang dari 5 tahun. Pada kelompok usia ini dikenal juga Pneumonia
sangat berat, dengan gejala batuk, kesukaran bernapas disertai gejala sianosis
sentral dan tidak dapat minum. Sementara untuk anak dibawah 2 bulan, pnemonia
berat ditandai dengan frekuensi pernapasan sebanyak 60 kali permenit atau lebih
atau (juga disertai) penarikan kuat pada dinding dada sebelah bawah ke dalam,
batuk-batuk, perubahan karakteristik dahak, suhu tubuh lebih dari 38 º C.
Gejala yang lain, yaitu apabila pada pemeriksaan fisik ditemukan suara napas
bronkhial, bronkhi dan leukosit lebih dari 10.000 atau kurang dari 4500/uL.
Pada pasien usia lanjut atau pasien dengan respon imun
rendah, gejala pneumonia tidak khas, yaitu berupa gejala non pernafasan seperti
pusing, perburukan dari penyakit yang sudah ada sebelumnya dan pingsan.
Biasanya frekuensi napas bertambah cepat dan jarang ditemukan demam.
4. Pengobatan
Beberapa jenis Klebsiella pneumonia dapat diobati dengan
antibiotik, khususnya antibiotik yang mengandung cincin beta-laktam.
Contoh antibiotik tersebut adalah ampicillin,
carbenicillin, amoxiciline, dll. Dari hasil penelitian diketahui bahwa
Klebsiella pneumonia memiliki sensitivitas 98,4% terhadap meropenem, 98,2%
terhadap imipenem, 92,5% terhadap kloramfenikol, 80 % terhadap siprofloksasin,
dan 2% terhadap ampisilin. Strain baru dan Klebsiella pneumonia kebal terhadap
berbagai jenis antibiotik dan sampai sekarang masih dilakukan penelitian untuk
menemukan obat yang tepat untuk menghambat aktivitas atau bahkan membunuh
bakteri tersebut.
5. Diagnosa
Laboratorium
Pada pemerikasaan laboratorium
terdapat peningkatan jumlah leukosit, biasanya lebih dari 10.000/µl
kadang-kadang mencapai 30.000/µl, dan pada hitungan jenis leukosit terdapat
pergeseran kekiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk menentukan diagnosis
etiologi diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan:
Klebsiella pneumoniae merupakan
bakteri Gram negatif yang berbentuk batang (basil). Klebsiella pneumoniae tergolong bakteri yang tidak dapat melakukan
pergerakan (non motil). Berdasarkan kebutuhannya akan oksigen, Klebsiella pneumoniae merupakan bakteri
fakultatif an aerob. Bakteri ini dapat memfermentasikan laktosa. Pada test
dengan indol, Klebsiella pneumoniae
akan menunjukkan hasil negatif tetapi dapat mereduksi nitrat.
Klebsiella
pneumoniae dapat menyebabkan pneumonia. Pneumonia itu sendiri
proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Klebsiella pneumoniae yang menyebabkan penyakit
paru-paru memberikan penampakan berupa pembengkakan paru-paru sehingga lobus
kiri dan kanan paru-paru menjadi tidak sama; demam (panas-dingin); batuk-batuk
(bronkhitis); penebalan dinding mukosa; dan dahak berdarah.
Pada
pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan pemerikasaan Aanthal Leukosit dan LED,
serta dapat dilakukan pemeriksaan dahak, kultur darah, dan serologi.